Mistisisme di Zaman Modern
Krisis spiritual manusia modern telah menimbulkan apa yang disebut sebagai
“disorientasi” pada manusia modern. Ketika ada kata “orientasi”, ini tentu
mengandung makna “memberi arah”, dan dengan demikian orientasi tidak bisa tidak
kecuali mengandaikan adanya arah dan tujuan. Kata “disorientasi” yang merupakan
negasi dari orientasi, karena itu, akan terjadi ketika kita tidak tahu lagi
arah, mau ke mana kita pergi, bahkan juga dari mana kita berasal. Hal inilah
yang menjadikan manusia modern mengalami keterputusan spiritual dengan Tuhan,
sumber dari segala yang ada.
Bagi para sufi, Tuhan adalah alpha dan omega, asal dan tempat
kembali, bagi banyak orang modern, Tuhan hanyalah dipandang sebagai penghalang
bagi penyelenggaraan diri mereka, dan kebebasan yang menyertainya. Nietzsche,
misalnya, memandang Tuhan sebagai perintang utama bagi terciptanya manusia
super (Ubermensch), karena itu lebih baik dibunuh saja. Maka ia
berteriak Tuhan telah mati.
Akibat keterputusan ini, maka
manusia tidak lagi mengarahkan jiwanya kepada Tuhan yang maha esa, tetapi
tertumpu kepada beraneka benda-benda fisik yang tidak pernah memberi mereka
kepuasan dan ketenangan. Bagi para sufi, ketenangan dapat dicapai hanya apabila
kita telah berada dekat dengan Tuhan. Keterputusan dengan sumber adalah
penyebab timbulnya perasaan terasing, gelisah dan sebagainya, sebagaimana yang
banyak diderita manusia yang hidup di dunia modern ini.
Dalam
Rahmat (1999:167) disebutkan
bahwa “Tasawuf, yang dianggap meninggalkan dunia dan ilmu pengetahuan bukanlah
tasawuf yang sebenarnya. Mereka sedang membicarakan pseudosufisme atau tasawuf bohongan”. Sejarah mencatat bahwa
Al-Farabi, raksasa filsafat itu adalah seorang sufi, juga dikenal sebagai
pemusik dan kepadanya dinisbahkan penemuan sitar, yang kemudian jadi gitar.
Ibnu Sina, ahli filsafat dan kedokteran ternyata seorang sufi besar. Jalaluddin
Rumi pernah bekerja sebagai pejabat dalam masa pemerintahan seorang Sultan. Sultan
Akbar yang mempersatukan India ternyata juga seorang sufi. Tarekat Sanusyah,
berhasil mengusir kolonialisme dan menegakkan Libya. Imam Khomenei seorang sufi
zaman akhir memimpin Revolusi Iran. Dan terakhir berkat aliran-aliran sufi,
berpuluh-puluh Bangsa Chechen memelihara Islam dalam cengkraman Komunisme
Rusia.
Ada
sebagian kelompok yang langsung memvonis Mistisisme dan segala jenisnya sebagai
aliran sesat, hanya karena menyimak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan
oleh oknum tertentu. Kelompok ini langsung bangkit untuk memerangi seluruh
aliran mistisisme. Padahal mistisisme yang hakiki adalah adalah kedudukan
ruhaniah (maqam) paling mulia yang mungkin dicapai oleh seorang
manusia. Mistisisme hakiki identik dengan makrifatullah, kedekatan (qurb)
dengan Allah. Mistisisme adalah dimensi esoteris (batin) dari Islam itu
sendiri, bersumber dari al-Quran, sunnah Rasulullah saw. serta para imam
yang suci.
Jadi
kritik atas mistisisme bukanlah usaha menolak substansi mistisisme sebagaimana
pembelaan atas mistisisme juga tidak berarti bahwa seluruh aliran mistisisme
itu valid. Jadi mungkin dapat dipetakan dua kelompok yang saling
berbeda posisi; pertama kelompok yang memusuhi mistisisme secara total dan kedua yang membela mistisisme secara total.
Mistisisme yang
ada di dunia memiliki aliran dan bentuk yang bervariasi dan juga pada saat yang
sama memberikan jalan bagi pelbagai penyimpangan. Tentu saja tipe –tipe yang
menyimpang ini tidak layak disebut dengan mistisisme karena mistisisme
adalah makrifatullah, kita bisa menyebutnya dengan pseudo mistisisme; yaitu mistisisme yang
keliru
0 Response to " Mistisisme di Zaman Modern"
Posting Komentar