Memahami bunyi, irama, dan rima dalam puisi Herman karya SCB - JAMAL PASSALOWONGI -->

Memahami bunyi, irama, dan rima dalam puisi Herman karya SCB


HERMAN
oleh: Sutardji Calzoum Bachri

herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan
tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa

di mana herman? kau tahu?
tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!

Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK ,1981

PENGANTAR
Pemilihan puisi Sutardji Calzoum Bachri sebagai contoh dalam memahami bunyi, rima, dan irama bukanlah satu kebetulan belaka. Pemilihan ini berdasarkan kualitas seorang Sutardji Calzoum Bachri dalam membuat puisi yang selalu keluar dari kebiasaan para pembuat puisi lainnya. Sehingga citra puisi embeling menjadi bagian tak terpisahkan dari seorang Sutardji. Puisi sutarjii tidak terikat bentuk umum, karena memang yang ditonjolkan ada kebebasan bunyi, irama, dan rima. Hampir semua puisi Sutardji Calzoum Bachri memanfaatkan kekuatan bunyi untuk memperindah dan menekankan makna puisinya. Seperti halnya pada puisi “Herman”
A.    Bunyi yang dominan pada puisi di atas adalah:
1.      Aliterasi (pengulangan huruf-huruf konsonan dalam larik puisi)
-          di mana herman? kau tahu? (konsonan “n”dan “m” lebih mendominasi larik)
2.      Asonansi (pengulangan huruf-huruf vokal dalam larik puisi)
-          herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan (vokal “i” mendominasi larik)
-          tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan (vokal “a” mendominasi)
-          tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng (vokal “o”)
3.      Anaphora (bunyi sajak yang berulang-ulang dalam bentuk linguistik yang sama yang berada diawal larik)
-          Tak bisa
4.      Kakafoni/ cachophony (Bunyi cachophony dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana ketertekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sbagainya. Secara visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan /b/, /p/, /m/, /k/, /h/, /p/, /t/, /s/, /r/, /ng/, /ny/)
- tak bisa paut di mulut (kakafoni)
- tak bisa teduh di tubuh (kakafoni)
- tak bisa tunggu di tanah (kakafoni)
5.      Efoni/euphony (Bunyi euphony dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam euphony didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vocal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambarkan kesenangan lainnya.
Contoh efoni antara lain : berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng.)
- tak bisa malam di bulan (efoni)
- tak bisa tunggu di awan (efoni)
- tolong (efoni)

B.     Irama
Irama adalah kekuatan gelombang nada dalam puisi, pada puisi di atas gelombang nada (intonasi) sangat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan kata pada huruf-huruf yang berulang seperti:
-          tak bisa
-          tolong
-          di-
C.    Rima
Rima atau persajakan akhir pada puisi di “Herman” lebih banyak menggunakan Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan) misalnya:
-          Bulan
-          Tubuh
-          Tanah 
-      Mulut

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Memahami bunyi, irama, dan rima dalam puisi Herman karya SCB"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel