Guru, Pelatihan, dan Pertanyaan Besar tentang Dampaknya (Refleksi atas Surat Edaran "Hari Belajar Guru") - JAMAL PASSALOWONGI -->

Guru, Pelatihan, dan Pertanyaan Besar tentang Dampaknya (Refleksi atas Surat Edaran "Hari Belajar Guru")

 



Sejak tahun 2006, saya mulai terlibat dalam dunia pelatihan guru. Pada awalnya, saya hanya menjadi peserta seminar dan mengikuti berbagai kegiatan pendidikan untuk menambah wawasan serta meningkatkan pemahaman saya tentang dunia pendidikan yang terus berkembang. Berbagai seminar dan diskusi yang saya ikuti membuka pandangan saya tentang pentingnya pengembangan kompetensi bagi para pendidik untuk menciptakan proses belajar mengajar yang lebih efektif dan bermakna. Namun, titik balik dalam perjalanan ini terjadi sekitar tahun 2010, ketika saya mulai berperan langsung sebagai pelaksana pelatihan guru. Peran tersebut saya ambil melalui berbagai organisasi dan komunitas yang bergerak dalam bidang pendidikan, seperti Yayasan Bina Insan Cita (YASBIC), Agupena, JSDI, MGMP, KGBN, AGBSI, Kombel Belajar id, Pengajar Praktik, Fasilitator Guru Penggerak dan masih beberapa lagi yang lain.

Melalui organisasi-organisasi tersebut, saya bersama rekan-rekan sejawat secara rutin mengadakan pelatihan dan workshop untuk guru. Kami tidak hanya berhenti pada kegiatan seminar atau lokakarya di kota-kota besar, namun kami juga berusaha menjangkau daerah-daerah terpencil. Kami menyambangi Kelompok Kerja Guru (KKG), MGMP yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Barru, memberikan pelatihan dengan harapan dapat mengubah cara pandang dan metode pengajaran para guru. Gerakan ini berlangsung secara masif dan konsisten, kami tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membuka ruang belajar yang nyata bagi para guru untuk terus berkembang dan memperbaharui metode pengajaran mereka. Kami berusaha agar mereka tidak hanya menjadi pengajar yang mentransfer ilmu, tetapi juga menjadi fasilitator yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan efektif bagi siswa.

Perjalanan literasi saya semakin diperkaya ketika saya bergabung dengan Perpustakaan Takanitra. Di sini, saya belajar langsung dari almarhum Badaruddin Amir, seorang sastrawan nasional yang tinggal di Barru. Dari beliau, saya belajar bahwa semangat literasi bisa tumbuh dan berkembang dari akar rumput, dari masyarakat dan lingkungan sekitar, bukan hanya dari kebijakan pemerintah atau institusi pendidikan besar. Dapur literasi pun mulai mengepul: lahirlah para guru penulis yang tidak hanya mengajar, tetapi juga mampu menulis dan berbagi pengetahuan melalui karya-karya mereka. Komunitas membaca yang kami bangun juga semakin berkembang pesat, dan kami berhasil menjalin kerja sama dengan Balai Bahasa Sulawesi Selatan untuk memperkuat program-program literasi ini.

Namun, meskipun telah banyak pelatihan yang kami lakukan—baik secara luring (tatap muka) maupun daring (online)—dan meskipun banyak organisasi profesi yang terlibat dalam gerakan ini, ada satu pertanyaan besar yang terus mengusik pikiran saya: Apakah semua pelatihan tersebut benar-benar berdampak nyata pada peningkatan kualitas guru dan pendidikan di Indonesia?

Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Menurut data yang dihimpun oleh Worldtop20.org, peringkat pendidikan Indonesia pada tahun 2023 berada di urutan ke-67 dari 203 negara, yang artinya Indonesia masih berada di bawah negara-negara seperti Albania dan Serbia. Data ini dikumpulkan dari enam organisasi internasional yang kredibel, termasuk OECD, PISA, UNESCO, EIU, TIMSS, dan PIRLS, dan dirilis oleh NJ MED, sebuah organisasi pendidikan nirlaba melalui program World Top 20 Education Poll. Meskipun Indonesia berada di posisi ke-67, ada sedikit peningkatan pada tahun 2024, menurut survei dari UNESCO, yang menempatkan Indonesia di peringkat 64 dari 120 negara. Ini menunjukkan adanya perbaikan, namun apakah peningkatan peringkat tersebut sebanding dengan jumlah dan masifnya pelatihan guru yang telah dilakukan?

Inilah pertanyaan besar yang harus kita jawab dengan jujur dan kritis: Apakah ribuan pelatihan guru yang telah dilakukan selama ini memiliki korelasi langsung terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara nasional? Apakah dampak dari pelatihan tersebut langsung terasa dalam proses belajar mengajar di kelas? Ataukah sebenarnya ada masalah yang lebih kompleks di luar pelatihan guru itu sendiri—yakni tanggung jawab kolektif dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan?

Selama ini kita sering mendengar jargon yang berbunyi, "Guru Hebat, Murid Hebat, Pendidikan Berjaya." Namun, jika kita melihat kenyataan bahwa indeks pendidikan Indonesia masih stagnan atau bahkan mengalami penurunan, kita perlu merenung kembali: Di mana letak masalahnya? Apakah pelatihan-pelatihan yang telah dilaksanakan tidak efektif? Ataukah masalahnya terletak pada sistem pendidikan yang belum sepenuhnya mendukung perubahan yang diperlukan? Tindak lanjut dari setiap pelatihan juga menjadi hal yang perlu dicermati, karena seringkali pelatihan hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa adanya evaluasi yang memadai mengenai dampaknya terhadap pengajaran di lapangan.

Mungkin kita perlu mempertimbangkan bahwa perubahan dalam kualitas pendidikan tidak hanya bergantung pada pelatihan guru semata, tetapi juga pada integrasi kebijakan pendidikan yang menyeluruh, dukungan dari pemerintah yang lebih kuat, serta kolaborasi yang lebih erat antara sekolah, masyarakat, dan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan demikian, semangat pelatihan guru tidak hanya menjadi rutinitas yang bersifat seremonial, tetapi benar-benar menjadi jembatan yang dapat membawa perubahan nyata dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Wallahu a’lam.

Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk terus dikaji dan dijawab dengan komprehensif agar semangat pelatihan guru tidak hanya berputar pada siklus tahunan yang tidak berujung, tetapi dapat benar-benar menjadi alat yang efektif untuk menciptakan perubahan pendidikan yang lebih baik dan lebih berdampak. Kita harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil, setiap kebijakan yang ditetapkan, dan setiap pelatihan yang dilaksanakan berkontribusi nyata pada peningkatan kualitas pendidikan yang kita harapkan untuk generasi mendatang.

 .



Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "Guru, Pelatihan, dan Pertanyaan Besar tentang Dampaknya (Refleksi atas Surat Edaran "Hari Belajar Guru")"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel